Sunday, April 12, 2015

Tugas Psikoterapi (3E)

1. Konsep dasar pandangan Berne tentang perilaku
Metode analisis transaksional muncul sekitar tahun 1950-an, dari pengakuan seorang pasien. Analisis transaksional (suatu istilah yang digunakan untuk seluruh sistem terapi Berne dan suatu tahap analisis psikoterapeutik) mulai menganalisis pasien menurut tahap-tahap ini: (1) analisis struktural, (2) analisis transaksional yang pantas, (3) analisis permainan, (4) analisis tulisan, dan (5) kontrol sosial.
2. Unsur-unsur terapi
Pendekatan terapi analisis transaksional adalah untuk mendorong orang menjadi otonom. Menekankan pada stpontanitas, kedekatan langsung dengan orang lain dan meningkatkan kesadaran akan kenyataan. Tujuan Berne ialah untuk mensistesiskan gagasan-gagasannya, dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat dipahami, sehingga klien dapat berpartisipasi secara aktif dalam mengorganisasikan arah penanganannya sendiri. Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional dikaitkan dengan suatu endekatan yang mengaitkan internal (intrapsikis) dengan interpersonal dan relasional. Pada intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi (coping) dan mengatur (regulatory) situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.
3. Teknik-teknik terapi
Pasien mulai dengan tahap analisis struktural, sadar akan tahap ego yang menyusun dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego antara lain: (1) orangtua: tahap menyerupai figure orangtua, (2) dewasa: masa kematangan di mana seseorang menghadapi dan menghargai otonomi realitas, atau menghadapi dunia apa adanya, (3) anak: masa menyerupai seorang anak, atau masa di mana muncul perilaku kekanakan, atau tindakan arkais. Tahap analisis transaksional cocok digunakan dalam pertemuan sosial yang disebut transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulasi transaksional; orang kedua (yang menjawab) menghasilkan suatu respons transaksional. Transaksi menjadi saling melengkapi ketika responden bereaksi sesuai dengan yang diharapkan, yang berarti juga membiarkan hubungan sosial berjalan lancer. Sebaliknya, ia bisa menjadi transaksi menyilang atau penganggu komunikasi seperti transaksi-transaksi yang menyebabkan keterpisahan/perceriaian.

Sumber:
Smith, Linda., Raeper, William. (2000). Ide-ide filsafat dan agama, dulu dan sekarang. Yogyakarta: Kanisius.
Nalsaban, Ladidlaus. Para psikolog terkemuka dunia: riwayat hidup, pokok pikiran, dan karya. Jakarta: Grasindo
R, Albert., J Gilbert. (2008). Buku pintar pekerja sosial. Jakarta: Gunung Mulia

Tugas Psikoterapi (3D)

1. Konsep dasar pandangan Frankl tentang perilaku/kepribadian
Viktor Frankl mengembangkan Logoterapi yaitu: corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohaniandi samping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan. Logoterapi beranggapan bahwa makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna. Logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat berhubungan dan saling menunjang, yaitu kebebasan berkehendak, kehendak hidup bermakna, dan makna hidup.
a. Kebebasan berkehendak
Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah makhluk istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan di sini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggung hawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap atas kondisi-kondisi tersebut.
b. Kehendak hidup bermakna
Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda dengan psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan, atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan.
c. Makna hidup
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.
2. Unsur-unsur Terapi
Logoterapi menganggap sikap bertanggung jawab sebagai esensi dasar kehidupan manusia. Dengan menyatakan bahwa manusia bertanggung jawab dan harus mewujudkan berbagai potensi makna hidup, Frankl menekankan bahwa makna hidup yang sebenarnya harus ditemukan dalam realitas, bukan hanya didalam batin atau jiwa manusia. Mengenai hal ini Frankl menggunakan istilah the self trancedence of human existence (transedensi diri dalam keberadaan manusia). Ia menggarisbawahi fakta bahwa manusia selalu menuju dan dituntun menuju kepada sesuatu atau seseorang di luar dirinya.
Semakin besar kemampuan orang tersebut melupakan dirinya, dengan berserah diri dan mengabdi pada sebuah tujuan atau dengan mencintai orang lain, semakin manusiawi orang tersebut, dan semakin besar ia mengaktualisasi diri atau mewujudkan dirinya. Logoterapi dilandasi keyakinan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk mengubah aspek-aspek hidup yang negatif menjadi sesuatu yang positif atau konstruktif. Yang paling penting adalah memanfaatkan yang terbaik (optimum) dari setiap situasi. Dengan optimism tersebut, dalam bentuk yang terbaik memungkinkan manusia untuk: (1) mengubah penderitaan menjadi keberhasilan dan sukses; (2) mengubah rasa bersalah menjadi kesempatan untuk mengubah diri sendiri ke arah yang lebih baik; (3) mengubah ketidakkekalan hidup menjadi dorongan untuk bertindak dengan penuh tanggungjawab.
3. Teknik-teknik Terapi
Frankl dengan logoterapinya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Teknik-teknik logoterapi yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
Intensi paradoksikal. Teknik di mana pasien diajak melakukan sesuatu yang paradox dengan sikap pasien terhadap situasi yang dialami tersebut teknik intensi paradoksikal , yakni teknik mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindari atau melawannya. Teknik pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola=pola tingkaj laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Itulah logoterapi dalam arti sesungguhnya dan menurut logoterapi disebut antagonism psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.

Sumber:
LSPR. (2010). Beyond borders: communication modernity & history. Jakarta: STIKOM LSPR.
Widyarini, Nilam. (2009). Kunci pengembangan diri. Jakarta: Tabloid Gaya Hidup Sehat
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: KASINUS.

Saturday, April 11, 2015

Tugas Psikoterapi (3C)

1. Konsep dasar pandangan Carl Rogers tentang perilaku/kepribadian
Pada tahun-tahun awal, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai “nondirective”, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan “yang berpusat pada klien” (client-centered), “yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan “person-to-person”. Kita menggunakan penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
- Kecenderungan formatif
Rogers yakin bahwa terdapat kecenderungan dari setiap hal, baik organic maupun non-organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks. Untuk alam semesta, terjadi proses kreatif, dan bukan oproses disintegrasi. Rogers menyebut proses ini sebagai kecenderungan formatif dan banyak mengambil contoh-contoh dari alam. Sebagai contoh, galaksi bintang yang kompleks terbentuk dari massa yang kurang terorganisasi dengan baik.
- Kecenderungan Aktualisasi
Asumsi yang saling berkaitan dan relevan adalah kecenderungan aktualisasi, atau kecenderungan setiap manusia (selain hewan dan tumbuhan) untuk bergerak menuju keutuhan atau pemuasan dari potensi. Kecenderungan ini meruakan satu-satunya motif yang dimiliki oleh manusia. Kebutuhan untuk memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi mendalam yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah contoh-contoh dari satu motif aktualisasi. Aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia-fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran
2. Unsur-unsur Terapi
Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi ini adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Untuk memahami dengan baik terapi person-centered, maka penting sekali kalau orang memahami istilah-istilah tertentu yang selalu digunakan Rogers. Terapi person-centered bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi-diri. Motif ini didefinisikan sebagai kecenderungan yang lekat pada semua orang (dan pada semua organisme) untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu. Jika motif diasumsikan ini tidak ada, maka fokus terapi person-centered pada non-directive akan menjadi persoalan (patut diragukan). Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak boleh membuat sugesti-sugesti atau penafsiran-penafsiran dalam terapi karena dalam pandangannya motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik. Jika motif ini tidak ada, maka tidak ada alasan bagi terapis untuk menjadi non-directive.
3. Teknik-teknik Terapi
Person-Centered Therapy
Terapi ini disebut juga client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya hanya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi-diri. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberi penilaian. Rogers menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respons jika: (1) Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri; (2) Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiiki dorongan yang kuat untuk menggerakkan dirinya ke arah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan bukan usaha-usahanya sendiri; (3) Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh di mana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya; (4) Membatasi tingkah laku tetapi bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula; (5) Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan perasaan-perasaan pasien; serta (6) Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali.

Sumber:
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: KASINUS.

Tugas Psikoterapi (3B)

1.      Konsep dasar pandangan Humanistik-Eksistensial
Untuk banyak orang, pandangan humanistik-eksistensial sangat bersifat intuitif dan mengemukakan pandangan yang jauh lebih positif tentang manusia dibandingkan dengan pandangan-pandangan lain. Tetapi, para kritikus mengemukakan bahwa pendekatan humanistic-eksistensial memiliki dua masalah yang sangat penting. Masalah pertama adalah banyak dari konsepnya yang sangat penting, seperti aktualisasi diri, tidak jelas, dan tidak dapat diukur. Karena konsep-konsepnya tidak dapat diukur, maka teori tersebut tidak dapat diuji, dan suatu teori yang tidak dapat diuji bernilai terbatas. Tetapi, para humanis dan eksistensialis tidak terusik oleh adanya bukti ilmiah karena pengalaman pribadi mereka sendiri meneguhkan teori tersebut.
Masalah kedua adalah para ahli teori humanistic-eksistensial tidak mengembangkan suatu teori yang luas tentang tingkah laku abnormal. Banyak perhatian mereka dipusatkan pada kecemasan umum atau depresi yang dialami oleh orang-orang yang relatif normal tetapi mereka tidak secara sistematis berbicara mengenai gangguan-gangguan yang spesifik atau gangguan-gangguan yang lebih berat. 
Pandangan humanistic-eksistensial perlu diketahui karena pandangan tersebut berlawanan atau bertolak-belakang dengan pandangan-pandangan lain. Tetapi karena pandangan humanistic-eksistensial tidak diterapkan dalam sejumlah tingkah laku abnormal dan tidak pernah diuji secara empiris, maka dalam uraian selanjutnya perhatian terhadap pandangan ini adalah kurang dibandingkan dengan pandangan-pandangan lain.
2.      Unsur-unsur Terapi
Tujuan terapi humanistik-eksistensial adalah membantu penderita supaya ia memperoleh atau menemukan kemanusiaannya yang hilang. Dengan kata lain, terapis eksistensial-humanistik membantu memperluas kesadaran dari penderita, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggungjawab terhadap arah hidupnya sendiri.
Peran terapis adalah membantu penderita agar ia menyadari keberadaannya di dunia ini.
3.      Teknik-teknik Terapi

Terapi-terapi psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak sadar, seperti konflik-konflik internal yang terletak di luar kesadaran. Sebaliknya, terapi-terapi humanistik-eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaan sadar. Terapi-terapi humanistik-eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi, ada juga kesamaan-kesamaan antara terapi-terapi psikodinamik dan terapi-terapi humanistik-eksistensial, yakni kedua-duanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.

Sumber:
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius

Psikoterapi (Tugas 3A)

  1. Konsep dasar teori psikoanalisis tentang kepribadian
Bagian utama teori psikoanalitik adalah Freud merupakan orang pertama yang memetakan alam bawah sadar manusia.
Kesadaran berupa sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran yang ditekan, serta tidak dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah payah ditarik-kalau dapat-ke alam sadar, tidak terikat oleh hukum-hukum logika, dan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Keprasadaran adalah kenangan-kenangan yang dapat diingat kembali, meskipun agak sulit; sedangkan kesadaran adalah tingkat pemikiran dan perbuatan yang nyata di mana bahanya mudah diingat kembali dan diterapkan bagi tuntutan-tuntutan lingkungan. Baik bahan sadar maupun bahan prasadar sesuai dengan – dan responsif – terhadap kenyataan.
Ketidaksadaran adalah dorongan-dorongan, keinginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, atau insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah payah ditarik-kalau dapat-ke dalam kesadaran, tidak terikat oleh hukum-hukum logika, dan tidak dapat dibatasi oleh waktu dan tempat. Ketidaksadaran memotivasi sebagaian besar kata-kata, perasaan, dan tindakan manusia. Karena ketidaksadaran tidak mudah disadari.
Tingkat pikiran prasadar berisi semua elemen yang tak sadar, tetapi dapat dengan mudah disadari. Isi keprasadaran berasal dari dua sumber, yakni persepsi sadar dan ketidaksadaran. Dalam persepsi sadar apa yang dipersepsikan seseorang adalah sadar hanya untuk sementara waktu, tetapi kemudian cepat memasuki keprasadaran bila pusat perhatian beralih ke pikiran lain. Dalam sumber kedua yakni ketidaksadaran, pikiran-pikiran dapat menerobos penyensur yang selalu waspada dan memasuki keprasadarna, sekalipun dalam bentuk tersamar.
Alam sadar yang memainkan peran yang relatif kecil dalam teori psikoanalitik dapat didefinisikan sebagai elemen-elemen mental dalam kesadaran pada saat tertentu. Kesadaran merupakan satu-satunya tingkat kehidupan mental yang secara langsung tersedia bagi kita. Pikiran-pikiran dapat mencapai kesadaran dari dua arah yang berbeda.
A.    Pandangan Freud tentang Struktur Kepribadian
Tubuh kita mempunyai struktur tertentu: ada kepala, kaki, lengan, dan batang tubuh. Psike kita juga mempunyai struktur, walaupun tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur psikis manusia menurut Freud meliputi tiga instansi atau tiga sistem yang berbeda-beda. Ketiga instansi masing-masing adalah Id, Ego, Superego. Superego itu berhubungan erat dengan apa yang kita sebut dalam etika dengan nama “hati nurani”. Tapi supaya hubungan itu daoat dimengerti, perlu lebih dulu dijelaskan tenang ketiga instansi itu, satu demi satu.
Selanjutnya menurut Freud kepribadian terdiri dari Id, Ego, Superego. Id merupakan bagian primitif dari kepribadian. Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan satisfaction dengan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada, sehingga oleh Freud disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ego disebut prinsip realitas (reality principle). Ego menyesuaikan diri dengan realitas. Sedangkan superego merupakan prinsip moral (morality principle), yaitu mengontrol perilaku dari segi moral.

B.     Mekanisme Pertahanan
Freud adalah orang pertama yang mengurakan mekanisme pertahanan pada 1926. Mekanisme pertahanan utama yang diidentifikasikan Freud adalah represi, pembentukan reaksi, pemindahan dan sublimasi, fiksasi, regresi, proyeksi, dan introyeksi.
·         Represi
Mekanisme yang sangat mendasar adalah represi, dan dikatakan mendasar karena mekanisme ini juga terlibat dalam mekanisme-mekanisme lainya. Bila impuls-ilmpuls dari id begitu mengancam, maka kecemasan akan menjadi semakin hebat sampai kepada titik di mana ego tidak dapat lagi menahannya. Untuk melindungi dirinya sendiri, ego mempresepsikan insting itu, yakni ia memaksa perasaan yang tidak dikehendaki iu untuk masuk ke dalam ketidaksadaran. Dalam banyak hal represi digunakan terus selama hidup. Misalnya, seorang perempuan mungkin mempresepsikan permusuhannya terhadap adik perempuannya atau anak laki-laki mungkin mempersepsikan perasaan seksualnya terhadap ibunya karena impuls-impuls ini menimbulkan terlalu banyak kecemasan.
·         Pembentukan reaksi
Salah satu cara dari dorongan yang dipersepsikan memperlihatkan dirinya adalah menggunakan penyamaran yang langsung berlawanan dengan bentuk aslinya, mekanisme itu disebut pembentukan reaksi. Tingkah laku reaktif dapat diidentifikasikan oleh sifatnya yang berlebih-lebihan dan oleh sifatnya yang berlebih-lebihan dan oleh bentuknya yang obsesif dan kompulsif. Contohnya pembentukan reaksi dapat dilihat dalam seorang perempuan yang sangat marah  dan benci terhadap ibunya. Karena ia mengetahui bahwa masyarakat menuntut cinta kepada orang tua, maka kemarahan dan kebencian terhadap ibunya itu akan menyebabkan dia terlalu cemas. Untuk menghindari kecemasan yang menyakitkan itu, anak perempuan tersebut memusatkan perhatian pada dorongan yang berlawanan, yakni cinta. Akan tetapi, cinta kepada ibunya bukan cinta sejati.
·         Proyeksi
Karena superego melarang seseorang mempunyai perasaan atau sikap negatif terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain yang mempunyai perasaan atau sikap negatif terhadap dirinya. Misalnya, A membenci B, tetapi super ego melarang A membenci B (misalnya karena B adalah mertuanya), maka A mengatakan bahwa B yang membenci dia.
·         Penempatan yang Keliru (Displacement)
Jika seseorang tidak dapat melampiaskan perasaan terhadap orang lain karena hambatan dari superego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga. Misalnya, A tidak senang karena dimarahi B, tetapi A tidak dapat marah kembali kepada B, karena B adalah atasannya. Maka kemarahannya dilampiaskan kepada bawahannya (kepada C).
·         Supresi (Supression)
Supresi adalah upaya menekan sesuatu yang dianggap membahayakan atau bertentangan dengan super ego ke dalam ketidaksadarannya. Berbeda dari represi, dalam supresi hal yang ditekan atau disupresi adalah hal-hal yang timbul dari ketidaksadarannya sendiri dan belum pernah muncul dalam kesadaran. Misalnya, dorongan seksual dari anak laki-laki terhadap ibunya (dorongan Oedipoes Complex) yang menurut Freud terdapat pada setiap anak, biasanya tidak muncul dalam kesadaran karena bertentangan dengan super ego atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu biasanya anak menekan (mensupresi) ke dalam ketidaksadarannya.
·         Pemindahan dan Sublimasi
Penjelasan tentang kedua mekanisme telah dibahas dalam uraian sebelumnya. Hanya perlu disinggung di sini bahwa dalam pandangan Freud pembentukan reaksi terbatas hanya pada satu objek. Misalnya, orang dengan cinta reaktif mencurahkan cinta hanya kepada orang yang dibencinya secara tak sadar. Ia tidak menggeneralisasikan cinta tersebut kepada orang-orang lain. Akan tetapi, dalam mekanisme pemindahan, orang dapat mengalihkan dorongan-dorongannya yang tidak dapat diterima itu kepada bermacam-macam objek atau orang sehingga dorongan asli disamarkan atau disembunyikan. Misalnya, seorang perempuan yang marah kepada teman sekamarnya mungkin memindahkan kemarahannya itu kepada karyawannya, kucing kesayangannya, atau binatang sumpalan. Ia tetap ramah kepada teman sekamarnya, tetapi tidak seperti cara kerja pembentukan reaksi, ia tidak melebih-lebihkan kemarahannya itu.
·         Kompensasi (Compensation)
Untuk menutupi kegagalannya dalam suatu bidang kelemahan atau dari bagian/organ fisiknya, ia membuat prestasi yang tinggi dalam budang tersebut yang berkaitan dengan organ fisiknya. Dengan demikian egonya terhindar dari ejekan atau rasa rendah diri. Misalnya, seorang mahasiswi yang tidak cantik sehingga kurang berhasil menarik perhatian dari mahasiswa-mahasiswa teman kuliahnya, kemudian ia belajar tekun sekali sehingga mempunyai prestasi belajar yang tinggi. Walaupun ia gagal menarik perhatian dari teman-teman prianya mengagumi kepandaiannya.
·         Regresi (Regression)
Untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap egonya, individu mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah misalnya kembali pada masa kanak-kanak. Misalnya, anak yang sudah dewasa tetapi masih kencing dalam celana (ngompol). Ngompol adalah perilaku dalam masa kanak-kanak, padahal ia sudah dewasa.

  1. Unsur-unsur Terapi
Tujuan psikoanalisis adalah memperkuat ego, membuatnya lebih independen dari supergego, memperlebar medan persepsinya, memperluas organisasinya sehingga ia dapat memiliki bagian-bagian yang segar dari id. Freud meringkaskan tujuan psikoterapi dengan berkata. “di mana ada id, di situ ada ego”. Maksudnya adalah psikoanalisis dapat membantu memancarkan terang kesadaran (yang diwakilkan oleh ego sadar) pada pekerjaan-pekerjaan id. Namun freud tidak mengharapkan dan juga tidak bertujuan bahwa klien harus berusaha menyadari semua bahan yang direpresikan semua impuls, hasrat, ketakutan, dan ingatan. Tujuannya adalah hanya untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku yang lebih adaptif, dengan berbuat demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa menghukum dirinya sendiri atau orang lain.
Peran terapis, terapis pada umumnya duduk berhadapan dengan klien. Hal ini, berbeda dengan pendekatan psikonalisis tradisional di mana terapis (psikoanalis) duduk di belakang klien yang berbaring di depan sambil berasosiasi bebas atau menceritakan mimpi-mimpinya. Juga, lebih sering dilakukan percakapan dibandingkan dengan terapi psikoanalisis tradisional.

  1. Teknik-teknik Terapi
Metode yang digunakan Sigmund Freud dalam psikoterapi terkenal dengan nama psikoanalisis. Di dalam ruang praktiknya Freud menggunakan teknik-teknik tertentu seperti analisis mimpi dan teknik asosiasi bebas. Teknik asosiasi bebas adalah pasien diminta mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaannya secara bebas, dalam keadaan rileks, berbaring.
Dalam tahapan psikoanalisis, terdapat salah satu tahapan yang disebut transferens (transference), yaitu perasaan dan sikap-sikap pasien terhadap orang-orang di luar psikoanalisis yang muncul kembali dalam hubungan pasien dengan analisis (pemberi terapi). Transferens dapat positif atau negatif. Transferens positif terjadi bila yang muncul adalah emosi-emosi semacam afeksi dan ketergantungan. Transferens negatif terjadi jika yang muncul adalah emosi-emosi semacam kemarahan.

Menurut Freud, transferens ini, baik positif maupun negatif, dapat bermanfaat. Jika terjadi transferens, analisis dapat menginterpretasikan dan mengembangkan analisisnya berdasarkan transferens yang terjadi. Analisis mimpi adalah pasien diminta berbaring santai di atas dipan dan diminta mengungkapkan apa saja yang melintas di benaknya, dan juga diminta menceritakan mimpi-mimpinya. Freud menemukan bahwa jika diberi kondisi yang tepat, maka si pasien akan segera memulai berbicara tentang kenangan-kenangan atas berbagai pengalaman di awal masa kanak-kanak nya dan kenangan-kenangan ini, bersama hasil interpretasi mimpi-mimpinya, akan memberikan kepada sang terapis pemahaman tentang kepribadian pasien serta bagaimana kepribadian itu berkembang. Dengan mengurangi rasa bersalahnya dan denan menumbuhkan kemampuannya untuk mengarahkan kembali atau mensublimasikan hasratnya yang ditekan itu, si pasien diharapkan dapat mengatasi gangguan mentalnya.

Sumber:
A.M. Heru Basuki (2008). Psikologi umum. Jakarta: Universitas Gunadarma. 
Semiun, Yustinus. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud. Yogyakarta: KANISIUS
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius